Fobis.ID > News > Indonesia Terancam Resflasi, Lebih Ngeri Dari Resesi

Indonesia Terancam Resflasi, Lebih Ngeri Dari Resesi

Indonesia terancam resflasi, konon itu lebih ngeri dari resesi. Bagaimana seharusnya kita?

Kekhawatiran akan jatuhnya ekonomi dunia akibat laju inflasi yang terus melonjak dan sulit untuk dikendalikan dapat menyebabkan terjadinya krisis ekonomi yang bernama resesi.

Belum sempat kekhawatiran itu hilang, kini negara-negara di dunia, termasuk juga RI kembali mendapat ancaman yang lebih serius lagi, yaitu ancaman adanya resfasi.

Baik resesi maupun resflasi, keduanya sama-sama berbahaya, mereka mungkin seperti setan, tak bisa dilihat namun sangat menakutkan.

Dan dampak dari keduanya amat sangat berpengaruh besar dalam kehidupan manusia sehari-harinya.

Istilah resflasi pertama kali diucapkan oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam rapat kerja bersama dengan komisi XI DPR Senin, 21 November 2022 kemarin.

Kata Perry, ada resiko terjadinya satgflasi, yaitu pertumbuhan struc turun namun inflasi tetap tinggi. Bahkan bisa terjadi resflasi, resiko resesi dan tingginya inflasi.

Secara sederhana, resflasi adalah fenomena adanya resesi, namun disatu sisi laju inflasi tetap tinggi.

Saat ini, dunia sedang terancam akan terjadinya resesi. Bahkan beberapa negara besar di dunia, ancaman resesi sudah tak dapat dihindari lagi.

Perry menyebut, Indonesia saat ini termasuk masih jauh dari resesi. Namun bukan berarti Indonesia akan aman-aman saja.

Dampak resesi global itu akan terasa sampai ke Indonesia. Seperti pertumbuhan ekonomi yang melambat dan ekspor juga terancam turun.

Kondisi tersebut dapat membuat terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Indonesia, khusunya pada perusahaan yang bergerak di bidang eskpor dan impor.

Resesi merupakan masalah yang sangat berat. Ditambah dengan inflasi harga barang pokok yang terus naik, membuat daya beli masyarakat akan menurun.

Indonesia Terancam Resflasi, Lebih Ngeri Dari Resesi

Baca Juga : Hidup Semakin Sulit, 5 Hal Ini Penyebabnya

RI Terancam Resflasi

Inflasi yang terjadi negara-negara barat saat ini menyentuh angka yang paling tinggi sejak 40 tahun terakhir.

Bisa diartikan bahwa saat ini mereka saat ini merasakan harga barang yang mereka beli saat ini lebih mahal dari 40 tahun lalu.

Karena harga barang kebutuhan yang semakin mahal itu, maka daya beli masyarakat akan menurun. Mereka akan berfikir dua kali ketika akan membeli suatu barang.

Daya beli masyarakat yang semakin menurun tersebut akan membuat resesi menjadi semakin parah.

Secara umum, resesi adalah kontraksi ekonomi yang terjadi selama dua kuartal berturut-turut. Namun, Biro Riset Ekonomi Nasional memiliki pengertian sendiri untuk resesi.

Yaitu adalah penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang tersebar di seluruh perekonomian dan yang berlangsung lebih dari beberapa bulan.

Saat kondisi normal dan resesi terjadi maka bank sentral akan menurunkan tingkat suku bunga acuannya sebagai upaya untuk memberi stimulus moneter agar memicu perekonomian.

Selain itu, pemerintah juga dapat membuat kebijkan fiskal untuk meningkatkan belanja. Contoh saat pandemi Covid-19 tahun 2020 kemarin.

Untuk menekan resesi saat itu, bank sentral di banyak negara ramai-ramai menurunkan suku bunganya secara besar-besara.

Pemerintah pun juga mengeluarkan kebijkan pasar atau belanja demi mendorong perekonomian tetap berjalan dengan lancar.

Namun, jika resflasi sampai terjadi, cara-cara seperti di atas tak bisa dilakukan oleh pemerintah maupun  bank sentral.

Karena, resflasi yaitu terjadinya resesi yang dibarengi dengan tingkat inflasi yang tinggi dan cendrung terus naik.

Saat inflasi tinggi, bank sentral tak bisa menurunkan suku bunganya. Malah sebaliknya, bank sentral akan mengetatkan kebijkan moneternya dengan menaikan tingkat suku bunga acuan.

Pemerintah juga tak bisa mengeluarkan kebijakan fiskal ekspansif untuk mendorong perekonomian.

Sebaliknya, kebijkan yang dikeluarkan pemerintah adalah kebijakan fiskal kontraktif dengan tujuan untuk menekan inflasi.

Ikuti Kami di Google News

Tinggalkan komentar