Fobis.ID > News > Dolar AS Jadi Safe Haven dan Dampaknya terhadap Rupiah

Dolar AS Jadi Safe Haven dan Dampaknya terhadap Rupiah

Dolar AS jadi “Safe Haven” – Dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global yang terus bergulir, Dolar Amerika Serikat (AS) tampaknya masih mempertahankan posisinya sebagai mata uang “safe haven” yang paling diincar oleh investor.

Menurut ekspektasi pasar dan riset terbaru, The Federal Reserve (Fed) AS nampaknya akan mempertahankan sikap dovishnya pada November 2023, dengan kemungkinan peningkatan suku bunga yang tampaknya tidak mungkin terjadi dalam bulan tersebut.

Baca juga: Broker Forex Terbaik 2023

Penilaian ini didasarkan pada pernyataan dari otoritas dan ekspektasi pasar yang menunjukkan bahwa suku bunga saat ini sudah cukup tinggi dan inflasi inti telah mengalami penurunan menjadi 2,4%.

Baca juga: Indonesia dan China Bangun Pabrik Lithium di Sulawesi Sektor Industri Baterai

Inflasi Sulit Turun

Dolar AS Jadi Safe Haven

Namun, dinamika ekonomi AS menunjukkan adanya perkembangan yang cukup menarik. Pertumbuhan ekonomi AS tampaknya melebihi ekspektasi pasar, yang mengindikasikan bahwa inflasi mungkin masih akan sulit untuk turun.

Ini membuka peluang bagi Fed untuk memperketat kebijakan moneter mereka, sebuah langkah yang akan lebih mendukung penguatan Dolar AS.

Sementara itu, mata uang Indonesia, Rupiah, mengalami tekanan. Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS mendekati IDR 16,000 per USD, level yang sangat kritis dan merupakan posisi tertinggi dalam 3,5 tahun terakhir sejak April 2020.

Baca juga: Tak Bisa Digunakan? OJK Batasi Sementara Akulaku Paylater

Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi ini antara lain adalah kekuatan Dolar AS sebagai aset safe haven di tengah ketidakpastian geopolitik dan ekonomi global yang masih cukup kental, seperti tensi yang masih berlangsung antara Rusia dan Ukraina serta konflik antara Hamas dan Israel.

Kekuatan Dolar AS juga tampak dari tingginya tingkat deposito berbasis USD di bank-bank luar negeri, seperti di Singapura dan negara-negara lain, yang memberikan indikasi bahwa USD masih menjadi mata uang yang cukup menarik untuk disimpan.

Ini juga dipengaruhi oleh tingkat suku bunga yang relatif lebih tinggi di AS, yang menarik aliran modal global.

Keuangan Domestik Indonesia

Dalam konteks Indonesia, terdapat aliran keluar modal atau capital outflow yang cukup signifikan dari pasar keuangan domestik.

Meskipun Bank Indonesia telah menaikkan suku bunga, tampaknya langkah ini belum cukup untuk menahan aliran keluar modal yang terus terjadi.

Aliran modal ini memiliki dampak langsung terhadap nilai tukar Rupiah, dan apabila kondisi ini terus berlanjut, akan ada kemungkinan Rupiah akan mencapai atau bahkan melebihi level IDR 16,000 per USD.

Baca juga: Pertama Kalinya Sejak 2022, Harga Bitcoin Melonjak Hingga US$35.000

Tren Mendatang

Tren ini diprediksi akan berlanjut mengingat masih adanya potensi pengetatan kebijakan oleh Fed di masa mendatang, yang akan membuat Dolar AS menjadi lebih menarik dibandingkan dengan mata uang emerging market lainnya, termasuk Rupiah.

Pertumbuhan ekonomi AS yang lebih tinggi dari ekspektasi, dengan hasil sebesar 4,9% dibandingkan ekspektasi 4,3%, juga memberikan indikasi bahwa inflasi masih akan berada pada level yang relatif tinggi, yang akan mempengaruhi kebijakan moneter Fed.

Dalam menghadapi dinamika global yang penuh dengan ketidakpastian ini, investor tampaknya masih memburu Dolar AS, mencari perlindungan dalam aset yang dianggap lebih aman.

Baca juga: HP yang Tidak Bisa Pakai WA Oktober 2023, Simak Daftarnya!

Dampaknya terhadap mata uang emerging market, khususnya Rupiah, akan terus dirasakan, dengan potensi pelemahan nilai tukar yang lebih lanjut.

Kondisi ini memerlukan strategi dan kebijakan yang tepat dari otoritas moneter Indonesia untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dan mengelola aliran modal dengan lebih efisien.

Ikuti Kami di Google News

Tinggalkan komentar